إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللّهَ فَعَسَى أُوْلَـئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tetap menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (Al Taubah: I8).
Ayat ini menunjukkan bahwa yang memakmurkan masjid adalah mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah SWT. Keterngan ini juga memberikan informasi, yang pertama diungkapkan ialah orang-orang yang beriman kepada Allah. Ini adalah persyaratan pertama.
Untuk menjadikan masjid sebagai pusat ibadah dan pengembangan umat, maka peran Imam, Khatib serta Takmir masjid sangat besar. Umat datang ke masjid untuk melaksanakan shalat fardhu lima kali sehari semalam, shalat jumat seminggu sekali, shalat hari raya dua kali setahun, mengikuti program pembinaan dan pengembangan umat yang diselenggarakan oleh masjid. Dengan demikian Imam, Khatib serta Ta’mir Masjid berperan besar sebagai penyeru “amar ma’ruf nahi munkar”. Firman Allah SWT QS. Ali Imran:104:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran:104).
Ma’ruf dalam ayat di atas adalah segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan Munkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan diri daripada-Nya. Selain di dalam al-Qur’anulkarim, juga disebutkan di dalam Hadits Rasulullah SAW :
مَنْ رَائَ مِنْكُمْ مُنكَرًًا فليغيّره بيده وإنْ لم يستطع بيده فبلسانه وإنْ لم يستطع بلسانه فبقلبه فهو أ ضعف الإيمان. الحديث.
“ Siapa saja diantara kamu yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merobahnya dengan tangannya, apabila ia tidak sanggup, maka dengan lidahnya, apabila yang demikianpun tidak juga sanggup, maka dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim).
Baik Al-Qur’anulkarim maupun Hadits Rasulullah SAW. tersebut di atas, jelas menggambarkan betapa pentingnya amar ma’ruf nahi ‘anil munkar, terutama para Da’i mengambil peranan yang sangat penting.
AMAR MA’RUF NAHI ‘ANIL MUNKAR
Para Ulama berpendapat, hukum amar ma’ruf nahi ‘anil munkar itu adalah wajib demi kelangsungan agama Islam dan kepentingan umat manusia. Hanya saja di antara mereka masih terdapat perbedaan mengenai wajibnya, apakah wajib ‘ain atau kifayah. Hal ini terjadi, disebabkan perbedaan pendapat interpretasi atau penfsiran ayat Al-Qur’anulkarim yang berbunyi:”minkum” sebagaimana disebutkan di atas.
Sayyid Muhammad Rasyid Ridla, menjelaskan para mufassir berbeda pendapat tentang firman Allah SWT (minkum), apakah “Min” yang ada pada kalimat “minkum” menunjukan sebagian atau “Min” yang bersifat “menerangkan”. Dalam hal ini Imam Jalal (Jaluddin As-Syuthy) berpendapat condong kepada yang pertama (menunjukkan sebagian), karenannya menjadi fardhu kifayah. Dan sebagian yang lain berpendapat kepada yang kedua, yaitu yang bersifat menerangkan. Jadi kalimat “Minkum” berarti hendaklah semua kamu merupakan suatu umat yang menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Terlepas dari kedua pendapat di atas, dengan memandang betapa penting dan urgennya pelaksanaan amar ma’ruf nahi ‘anil munkar dalam usaha menjadikan manusia patuh kepada Allah SWT., maka hendaklah setiap pribadi muslim menjadi penyampai Da’wah Islamiyah di tengah masyarakat luas menurut kadar dan kemampuannya masing-masing. Sehingga dengan demikian rasa tanggung jawab terhadap pertumbuhan dan kelangsungan agama Islam terletak pada masing-masing Umat Islam tanpa kecuali dan tanpa memandang suku dan keturunan.
Dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa anjuran “jadilah penyampai da’wah” adalah suatu hal yang sangat diperlukan, tanpa adanya penyampai da’wah atau penyampai ajaran Islam itu, perkembangan agama Islam akan berhenti dan dinamika pengembangan umat akan menjadi tidak bergairah serta lahan untuk berda`wah tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.
METODE DAN STRATEGI
Kalau di atas telah diraikan betapa pentingnya para Da’I dalam penyampaian ajaran agama Islam kepada masyarakat luas, maka para Da’I yang akan melaksanakan tugas da’wah hendaklah memperhatikan syarat-syarat yang dipentingkan, seperti:
1. Mengetahui dan memahami ayat-ayat Al-Qur’anulkarim dan Sunnah Rasulullah SAW yang akan disampaikan.
2. Mengetahui situasi masyarakat yang dihadapi, baik lingkungan sosial, kebiasaan yang terjadi, tabia’t, budi pekerti, perekonomiannya dan lain sebagainya.
3. Mengetahui bahasa masyarakat yang dihadapi.
Menyampaikan da’wah dalam bahasa yang dipahami masyarakat yang dilayani. Kecuali jika menyampaikan bahasa yang tidak dimengerti masyarakat lalu diterjemahkan ke dalam bahasa yang dimengerti mereka. Pokoknya sampaikanlah da’wah menurut kadar kemampuan penerima da’wah.
4. Mengetahui madzhab-madzhab atau faham-faham yang berkembang di tempat yang akan dida’wahi.
Ini semua adalah untuk keberhasilan da’wah yang disampaikan sebagai tujuan para Da’i. Mudah-mudahan dapat dipenuhi. Setelah persiapan para Da’i telah ada, diperlukan pula adanya kebijaksanaan dalam penyampaian da’wah. Marilah ikuti firman Allah SWT di dalam Al-Qur’nulkarim:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl: 125).
Hikmah sebagaimana yang disebutkan di atas, dimaksudkan padanya perkataan yang baik dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil, sehingga dapat dimengerti dan dipahami apa yang akan disampaikan..
Selanjutnya hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Melaksanakan Da’wah dengan berpegang kepada prinsip bahwa Islam adalah agama Rahmatan lil alamin.
2. Berdakwah hendaknya dilakukan dengan hikmah, pelajaran yang indah dan perdebatan yang terbaik
3. Sikap keras pihak lain boleh diimbangi dengan sikap yang setimpal, tetapi sabar dan bersikap bijak itu lebih baik.
4. Kekerasan pihak lain tidak menyebabkan berkecil hati dan bersempit dada, karena Allah SWT selalu bersama orang-orang bertaqwa
5. Mempersiapkan diri terlebih dahulu, seperti bahan-bahan yang akan disampaikan harus lengkap dan tidak melupakan garis-garis kebijaksanaan tersebut di atas.
Dari beberapa hal yang disampaikan tersebut, yang lebih penting lagi ialah hendaklah apapun yang kita laksanakan terlebih melaksanakan suatu ibadah yang mulia di hadapan Allah SWT berdasarkan niat yang ihlas untuk memperoleh ridho Allah SWT, sebagaiman janji Allah “Jika engkau menolong di jalan-Ku maka Allah akan menolong mu dan meneguhkan pijakanmu”. Amin.
0 comments:
Post a Comment