HADIRIN SIDANG JUM’AH ……
Dengan penuh kekhusu’an, kethawaddhu’an dan terpusatnya konsentrasi alam pikiran kita, marilah kita senantiasa mengistiqomahkan keimanan dan ketaqwaan kita – yang memang kadangkala bertambah dan berkurang ini dengan terus melaksanakan apa yang menjadi perintah Allah dan rasul-Nya, dan menjauhi sekaligus membenci apa yang menjadi cegahan dan larangan-Nya.
Rasa syukur yang paling dalam juga kita curahkan kehadirat llahi Rabbi yang telah menganugerahkan aneka ragam kenikmatan-Nya, dimana kita merasakan betapa hati nurani ini begitu tumpul, rasio dan akal kita begitu picik dan keras sehingga kita tidak mampu menghitung secara kwantitatif semua nikmat dan anugerah Allah Ta’ala itu, atau bahkan mengkufurinya ! Na’udzu billahi min dzalika.
HADIRIN SIDANG JUM’AH RAHIMUKULULLAH....!
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala telah mencanangkan dan membangun pilar-pilar agama Islam itu di atas beberapa rukunnya yang lima, yaitu :
شهادة أن لا اله ا لاّ الله وحده لا شر يك له وانّ محمّدا عبده ورسوله رحمة لّلعالمين. واقام الصّلاة. وايتاء الزّ كاة. وصوم رمضان وحجّ البيت من اســتطاع اليه سبيلا . فمن اتى بهنّ كـــاملات فقد اســتكمل ا للإ يمان. ومن انتقص واحد منهن فبحق ربّه استهان.
“Mengucapkan syahadat / persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah yang maha esa yang tiada sekutu bagi-Nya. dan sesungguhnya Nabi Muhammad saw adalah hamba-Nya yang diutus untuk memberikan rahmad kepada seluruh alam. Menjalankan ibadah sholat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunuaikan ibadah haji bagi yang berkemampuan”. Barang siapa yang menjalankan kesemuanya dengan penuh kesempurnaan, maka sungguh telah sempurnalah keimannannya. Dan barang siapa mengurangi salah satu saja dari padanya maka sesungguhnya ia telah merendahkan haq-haq Tuhannya”.
Sebagaimana yang dijelaskan juga dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron: 97.
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (antaranya; maqam Ibrahim); barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah[. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Menyadari tentang hal ini, sejak sebulan yang lalu Allah Swt. telah membuka bulan-bulan haji-Nya dengan bulan Syawal. Di bulan Dzulo’dah ini, sebagaimana lazimnya saudara-saudara kita ini yang hendak menunaikan ibadah hajinya tengah mempersiapkan diri untuk keberangkatannya. Apakah yang mesti kita persiapkan ........ ?
HADIRIN SIDANG JUM’AH YANG BERBAHAGIA
Di musim Haji seperti ini, lalu kita teringat pada sebuah sabda Rasulillah Saw yang berbunyi :
ألعمرة الى العمرة كفّارة لما بينهما والحجّ المبرور ليس له جز اء ا لاّ الجنّة
“Menunaikan Umroh hingga pelaksanaan yang berikutnya adalah menjadi Kafarot / pelebur segala dosa yang ada diantara keduanya, dan haji yang mabrur tak ada balasannya yang lebih tepat kecuali Surga”.
Urusan Haji, memang merupakan masalah yang unik. Banyak orang yang hanya memandangnya sebagai salah satu rukun Islam atau kewajiban bagi Muslim yang mampu. Ada pula yang memandangnya sebagai semata-mata anugerah dari Allah atau panggilan Nabi Ibrahim As. Mereka yang memandang haji sebagai anugerah atau panggilan nabi Ibrahim, umumnya beranggapan bahwa Haji hampir tidak ada kaitannya dengan kemampuan.
Keyakinan semacam ini kemudian terkukuhkan oleh realita/ kenyataan yang ada bahwa : “Siapa saja, asal sudah mendapat panggilan dari nabi Ibrahim, melaratpun orang akan naik haji; sebaliknya kalau masih belum mendapat panggilan dari bapaknya para nabi itu, orang kayapun tidak akan berangkat”.
Adapun bagi mereka yang memandang haji sebagai cita-cita hidup, umumnya Haji merupakan cambuk pendorong untuk giat bekerja dan menabung. Mereka bekerja dan menabung, sampai terwujud apa yang mereka cita-citakan itu.
Apapun pandangan seseorang tentang ibadah haji, yang jelas seyogyanya kita memanjatkan do’a kebaikan untuk saudara-saudara kita yang akan menunaikannya :
اللّهمّ اجعل حجّناحجا مبرور ا وسعيا مشكور ا وذنبا مغفور ا وتجارة لن تبور ا
“Allahhumma Yaa Allah Yaa Tuhan Kami, jadikanlah mereka yang menunaikan haji menjadi haji-haji yang mabrur, perjalanan yang penuh rasa syukur, dosa-dosa yang terampuni, dan perdagangan yang tiada kerugian”.
Tetapi perlu diingat, bahwa kata sementara orang arif, do’a semacam ini ‘hanyalah penaka minyak pelumas’ bagi melicinkan jalannya roda ibadah dan amaliyah menuju tujuannya yakni penerimaan Allah dan ridloNya. Maka menurut pemahaman ini, pelumas saja tentulah tidak cukup, apalagi tanpa roda, sama sekali. Sedangkan ada roda itupun masih diperlukan pengetahuan bagaimana cara menjalankannya, dan kesesuaian praktik menjalankannya dengan pengetahuan.
HADIRIN SIDANG JUM’AH RAHIMAKUMULLAH ..!
Dalam kaitannya dengan ibadah haji, disamping pelaksanaan rukun-rukunnya, kebenaran dan keihlasan niat merupakan komponen ‘rodanya’ yang sangat penting dan menentukan. Sebab tanpa niat tak ada ibadah. Dan mereka yang berhaji bahkan beramal apa saja akan mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan niat-Nya.
إنّما ا لا عـــــمال بالنّـــــيّات. وانّما لـــكلّ امرء مانوى
“Sesungguhnya sah dan sempurnanya setiap bentuk amal apapun adalah tergantung beberapa niatnya, dan bagi setiap personalnya akan mendapatkan apa yang diniatkan”.
Lebih lanjut itu artinya : mereka yang berhaji dengan niat memperoleh julukan haji, akan mendapatkan julukan itu. Mereka yang bertujuan melaksanakan rukun Islam, akan terbebas dari tuntutan kewajiban rukun kelima ini. Mereka yang berniat mendapatkan haji mabrur akan mendapatkannya. Mereka yang semata-mata ingin memperoleh ridlo Allah, akan memperolehnya. Demikian seterusnya. Dan dari niat ini pulalah, akan tercermin sikap masing-masing yang bersangkutan dan akan tumbuh / merasuk dalam prilakunya kemudian.
Niat yang benar dan ikhlas akan menuntun seseorang yang melaksanakan ibadah kepada jalannya yang lurus dan benar, dan diperjalanan ibadahnya tidak terbelokkan oleh nafsu dan keadaan yang menyesatkan. Sebaliknya niat yang tidak benar atau kurang ikhlas akan dengan mudahnya dibelokkan menjadi sebuah kepentingan untuk mencari kepuasan diri sendiri (meskipun kepuasan diri sendiri itu adalah kepuasan melaksanakan ibadah).
Tentu saja disamping niat yang benar dan ikhlas, masih diperlukan pengetahuan dan pemahaman terhadap ibadah yang dilaksanakan itu sendiri. Karena tanpa ilmu bagaimana orang dapat beramal dengan baik ? menulis risalah saja, bila tanpa di-ngelmuni akan hanya menyia-nyiakan kertas. Teringatlah kita pada statemen atau pernyataan Imam Syafi’i RA :
من أراد الدّنيا فعــليه بالعــــلم. ومن أراد ا لأ خرة فعـــليه بالعـــــلم . ومن ارا دهما فعــليه بالعــــلم.
“Barang siapa menginginkan dunia, dia harus berilmu. Siapa menginginkan akherat, dia harus berilmu, dan siapa menginginkan dunia dan akherat, dia juga harus berilmu”.
Sebagai akhir dari khutbah ini, marilah kita memanjatkan do’a “Mudah-mudahan tidak ada diantara saudara-saudara kita yang sepulang dari ibadah hajinya tidak menjadi lebih baik dan justru perilaku dan ibadahnya lebih buruk dari sebelumnya, sebab alangkah sia-sia dan sayangnya jika kita telah bersusah payah mengorbankan banyak hal seperti harta, tenaga dan fikiran ; tahu-tahu haji kita tidak diterima Tuhan. Na’udzubillahi Min Dzalika.
. بارك الله لى ولكم فى القر آن العظيم… ...
0 comments:
Post a Comment