Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi
(Berikut ini adalah riwayat hidup penyusun kitab maulid Simthud Durar (Untaian Mutiara) yang diambil dari situs alawiyin).
(Berikut ini adalah riwayat hidup penyusun kitab maulid Simthud Durar (Untaian Mutiara) yang diambil dari situs alawiyin).
Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi
dilahirkan pada hari Juma’at 24 Syawal 1259 H di Qasam, sebuah kota di
negeri Hadhramaut. Beliau dibesarkan di bawah asuhan dan pengawasan
kedua orang tuanya; ayahandanya, Al-Imam Al-Arif Billah Muhammad bin
Husin bin Abdullah Al-Habsyi dan ibundanya; As-Syarifah Alawiyyah binti
Husain bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri, yang pada masa itu terkenal sebagai
seorang wanita yang solihah yang amat bijaksana.
Pada usia yang amat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari dan
mengkhatamkan Al-Quran dan berhasil menguasai ilmu-ilmu zahir dan batin
sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu. Oleh
karenanya, sejak itu, beliau diizinkan oleh para guru dan pendidik nya
untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan
khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali, dia menjadi pusat
perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap
orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepimpinan tiap majlis ilmu, lembaga
pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.
Selanjutnya, beliau melaksanakan tugas-tugas suci yang dipercayakan
padanya dengan sebaik-baiknya. Menghidupkan ilmu pengetahuan agama yang
sebelumnya banyak dilupakan. Mengumpulkan, mengarahkan dan mendidik para
siswa agar menuntut ilmu, di samping membangkitkan semangat mereka
dalam mengejar cita-cita yang tinggi dan mulia.
Untuk menampung mereka, dibangunnya Masjid “Riyadh” di kota Seiwun (Hadhramaut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang diperlengkapi dengan berbagai sarana untuk memenuhi keperluan mereka, termasuk soal makan-minum, sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan tenteram, bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan dengan keperluan hidup sehari-hari.
Untuk menampung mereka, dibangunnya Masjid “Riyadh” di kota Seiwun (Hadhramaut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang diperlengkapi dengan berbagai sarana untuk memenuhi keperluan mereka, termasuk soal makan-minum, sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan tenteram, bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan dengan keperluan hidup sehari-hari.
Bimbingan dan asuhan beliau seperti ini telah memberinya hasil
kepuasan yang tak terhingga dengan menyaksikan banyak sekali di antara
murid-muridnya yang berhasil mencapai apa yang dicitakannya, kemudian
meneruskan serta menyiarkan ilmu yang telah mereka peroleh, bukan sahaja
di daerah Hadhramaut, tetapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya –
di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia.
Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih, sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat. Pertemuan-pertemuan keagamaan diadakan pada berbagai kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan dalam ruang lingkup yang luas sekali.
Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih, sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat. Pertemuan-pertemuan keagamaan diadakan pada berbagai kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan dalam ruang lingkup yang luas sekali.
Beliau meninggal dunia di kota Seiwun, Hadhramaut, pada hari Ahad 20
Rabi’ul Akhir 1333 H dan meninggalkan beberapa orang putera yang telah
memperoleh pendidikan sebaik-baiknya dari beliau sendiri, yang
meneruskan cita-cita beliau dalam berdakwah dan menyiarkan agama.
Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bongsu; Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai peribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan.
Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bongsu; Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai peribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan.
Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabi’ul Awal
1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta. Banyak sekali ucapan Al-Habib
Ali bin Muhammad Al-Habsyi yang telah dicatat dan dibukukan, di samping
tulisan-tulisannya yang berupa pesan-pesan ataupun surat-menyurat dengan
para ulama di masa hidupnya, juga dengan keluarga dan sanak kerabat,
kawan-kawan serta murid-murid beliau, yang semuanya itu merupakan
perbendaharaan ilmu dan hikmah yang tiada habisnya.
Dan di antara karangan beliau yang sangat terkenal dan dibaca pada
berbagai kesempatan di mana-mana, termasuk di kota-kota di Indonesia,
ialah risalah kecil ini yang berisi kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW
dan diberinya judul “Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma
Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran
Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya).
0 comments:
Post a Comment